“Sebaik-baik
kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” [HR:
Bukhari]
Oleh:
Haitami F. El-Alaby
PERNAHKAH
terbenak dalam pikiran kita bahwa saat ini apakah kita dan anak-anak kita serta
orang-orang yang ada di sekitar kita telah mendapatkan pendidikan yang layak?
Sebelum
menjawab pertanyaan tersebut, alangkah eloknya jika kita masuk dalam dunia khayalan
dengan merenungi UUD 1945 pasal 31, ayat 1-5.
“Setiap
warga Negara berhak mendapatkan Pendidikan.”
Ayat
kedua, “Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan Pemerintah
wajib membiayainya.”
Ayat
selanjutnya berbunyi, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang.”
Ayat
keempat, “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20%
dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.”
Ditutup
ayat terakhir, “Pemerintah memajukan
ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”
Setiap
warga Indonesia berhak atas pendidikan. Pendidikan yang dimaksud adalah
pendidikan dengan jenjang formal yang dinaungi oleh pemerintah.
Selain
itu, pendidikan yang ditawarkan merupakan fasilitas gratis yang disediakan
untuk seluruh masyarakat. Ini bertujuan mulia agar bangsa Indonesia dapat
mencerdaskan warganya sehingga tidak dicap sebagai bangsa yang bodoh.
Sayangnya,
semenjak kemerdekaan Republik tercinta, masalah pendidikan dan pencerdasan
rakyat masih jauh dari pada yang di bayangkan. Mestinya bangsa ini sudah
medapatkan gelar bangsa yang bermartabat, namun sekali lagi gelar itu masih
terlalu jauh.
Jika
pemerintah serius memberikan pelayanan pendidikan gratis, lantas mengapa masih
banyak anak-anak kecil berada dipersimpang jalan yang semestinya tempat mereka
adalah di sekolah. Mestinya mereka memegang buku dan bullpen, namun mereka
lebih asyik memegang gitar dan gendang.
Mestinya
mereka bernyanyi riang untuk menghibur diri, namun mereka sibuk bernyanyi riang
untuk orang lain. Mestinya mereka berfikir untuk masa depan yang lebih cerah
seperti teman-temannya disekolah, sayangnya mereka harus terus berfikir
bagaimana bertahan hidup untuk hari ini.
Yang
jelas jumlah mereka sangatlah banyak. tidak diketahui secara pasti berapa
jumlah mereka, meski Kementrian Sosial RI melalui Pusat Data dan Informasi
(PUSDATIN) tahun 2008 mencatat bahwa jumlah anak-anak jalanan sebanyak 109.454
orang dan angka tersebut murni anak-anak usia sekolah dan belum termasuk
gelandangan yang mencapai angka 25.169 orang serta pengemis 35.057 orang.
Angka-angka
tersebut sebenarnya masih dipertanyakan, tentunya bisa bertambah dengan asumsi
bahwa sulitnya menghitung jumlah mereka yang memiliki tingkat mobilitas yang
tinggi. Laksana fenomena gunung es (Tips of Iceberg), Nampak kecil namun
sejatinya sangatlah besar.
Di sisi
lain bisa juga berkurang seiring waktu yang berjalan. Sungguh ironis melihat
tingkat pendidikan masyarat kita.
Apalagi
jika bangsa kita yang sebagian besar bahkan terbesar di dunia umat Muslimnya
ini masih rendah tingkat pendidikannya, sungguh fenomena ini sangat memilukan.
Pendidikan yang diagung-agungkan dalam ajaran agama selama ini belum bisa
sepenuhnya terealisasi. Sungguh sungguh sangat malu melihat kondisi pendidikan
di negeri ini.
Reformasi
Pendidikan
UUD 1945
pasal 31 ayat 3 memberikan standar mutu pendidikan yang mampu meningkatkan
keimanan dan ketaqwaaan serta akhlak mulia. Belum lagi landasan agama yang ada
di ayat kelima, mestinya pendidikan kita lebih bersifat agamis. Berbagai agama
yang dianut harus terakomodir kebutuhan pendidikan agamanya dalam pelayanan
pendidikan di sekolah.
Fenomena
sebaliknya malah berbeda, pendidikan agama hanya diberikan 2 jam pelajaran
setiap minggunya. Hal ini jauh dari pada kebutuhan yang diperlukan anak-anak di
usianya. Maka wajar ketika banyak ditemui kejadian pelajar yang tawuran,
terlibat kasus criminal, narkoba dan sebagainya. Hal ini dikarenakan tidak
tercukupinya asupan bimbingan keagamaan di sekolahnya.
Oleh
karena itu sekolah-sekolah harus memberikan perhatian yang kongkrit terhadap pendidikan
berbasis agama. Pendidikan berbasis agama tidaklah menyimpang dari UUD 1945 dan
justru sebaliknya pendidikan berbasis agama lah yang memperkuat eksestensi UUD
1945.
Generasi
Qur’ani
Dalam
pandangan Islam, pendidikan merupakan kewajiban bagi tiap-tiap individu. Orang
yang berilmu akan tercermin dalam perilaku kesehariannya. Sungguh Islam ingin
melahirkan generasi yang memiliki moralitas yang tinggi.
Selain
itu, pendidikan agamis tidak melulu menjadikan target duniawi semata sebagai
tolak ukur keberhasilan, namun pendidikan agamis memberikan ruang eksplorasi
terhadap perjalanan spiritual. Generasi qur’ani merupakan generasi yang ingin
dihasilkan oleh pendidikan agamis dalam sudut pandang Islam.
Generasi
qur’ani menjadi solusi terhadap fenomena-fenomena degradasi moral saat ini.
Sehingga ia menjadi oase di tengah panasnya gurun. Pendidikan yang ditawarkan
adalah pendidikan yang dekat dengan Al-Qur’an. Generasi qur’ani harus mampu
menjawab fenomena social maupun fenomena alam yang terintegrasi dengan
firman-firmannya.
Harapan
kita untuk melahirkan generasi yang berpengaruh di dunia harus tetap kita jaga.
Dulu seorang Ibnu Sina menjadi rujukan ilmu medis oleh bangsa Eropa.
Alkhawarizmi menjadi orang yang memberikan kontribusi dibidang matematika serta
ilmuan-ilmuan Muslim lainnya yang lahir di zamannya.
Nah
sekarang, kehadiran generasi-generasi seperti zaman dahulu tersebut sangat
dinantikan kehadirannya. Singkat kata Qur’ani harus melekat kepada gelar yang
akan diraih oleh seseorang. Jika bercita-cita ingin menjadi pemimpin, maka
jadilah pemimpin yang qur’ani. Jika ingin menjadi ahli medis, maka jadilah ahli
medis yang qur’ani. Sejatinya roh pendidikan Islami ada di setiap
firman-firmannya. Wallahu ‘alam.*
Penulis
bekerja di Sekolah Islam Terpadu Hidayatullah Balikpapan
Sumber:
hidayatullah.com
Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon