Selfie, hampir semua orang akrab dengan
kata-kata ini. Di jaman serba canggih seperti sekarang, berfoto selfie bukanlah
hal yang aneh untuk dilakukan. Menjamurnya fenomena foto selfie tidak memandang
usia, golongan, pendidikan dan jabatan. Bahkan presiden dari Negara adikuasa di
dunia, Barrack Obama, juga pernah melakukan beberapa kali foto selfie. Selfie
atau memotret diri sendiri bisa jadi ajang aktualisasi diri. Sekali, dua kali
selfie mungkin tak jadi persoalan. Kenyataannya, Namun bagaimana jika selfie
berkepanjangan? Apa kabar kesehatan mentalnya?
Secara harfiah, selfie bisa diartikan
sebagai “self portrait” yang berarti memotret diri sendiri. Media yang umum
digunakan untuk memotret selfie antara lain webcam, camcorder, smartphone dan
lainnya. Foto hasil jepretan sendiri ini dimasukkan ke jejaring sosial. Istilah
lainnya diartikan dengan narsisme atau penunjukan diri sendiri agar dilihat
oleh orang banyak. Jika ditelusuri lebih dalam, pengertian “Selfie” menurut
referensi pustakawan Britania adalah sebuah pengambilan foto diri sendiri
melalui Smartphone atau Webcam yang kemudian diunggah ke situs Web media
sosial.
Asosiasi Psikiater Amerika (APA)
mengatakan kebiasan berfoto selfie didefinisikan sebuah gangguan kejiwaan. Dari
gangguan mental ini, yaitu memotret selfie, bisa berpengaruh pada ancaman yang
serius. Ancaman ini sesuai dengan sebuah rapat tahunan yang digelar di Chicago.
APA menyatakan bahwa selfie adalah sebuah kelainan mental.
Gangguan jiwa dari kebiasaan memotret
diri sendiri ini dinamakan Selfitis. Gangguan kejiwaan ini didefiniskan sebagai
keinginan obsesif kompulsif untuk memotret diri sendiri yang kemudian diunggah
ke jejaring sosial yang dimilikinya. Menggunggah foto diri, kata para psikiater
APA seperti dikutip News.am, Selasa (8/4/2014) merupakan sebuah usaha bagi
seseorang untuk menambah kepercayaan dan harga dirinya sendiri.
Sementara itu, APA mendefinisikan
kelainan jiwa Selfitis ini dibagi tiga, yaitu Selfitis Pinggiran, Selfitis
Akut, dan Selfitis Kronis. Selfitis Pinggiran adalah kecenderungan seseorang
mengambil foto diri sendiri sekurang-kurangnya tiga kali dalam sehari, tapi
tidak mengunggah hasil fotonya ke jejaring sosial miliknya. Selfitis Akut
dikategorikan bagi seseorang yang memotret diri sendiri sekurang-kurangnya tiga
kali dalam sehari dan mengunggah tiap hasil foto diri tersebut ke media sosial.
Dan yang terakhir, Selfitis Kronis adalah dorongan tak terkendali untuk
mengambil gambar diri sendiri sepanjang waktu, dan mengunggah foto-foto
tersebut ke media sosial lebih dari enam kali sehari.
Menurut APA, untuk saat ini belum ada
obat untuk menanggulangi gangguan Selfitis tersebut. Namun sebagai pengobatan
sementara dapat dilakukan dengan terapi kognitif perilaku. Ancaman dari
penyakit Selfitis ini sudah terbukti. Gangguan kejiwaan ini nyaris menelan
korban jiwa di Inggris.
Seorang remaja pria asal Inggris bernama
Danny Bowman pernah nekat berusaha bunuh diri karena tak berhasil mendapat foto
terbaik dari hasil selfie yang dilakukannya. Berikut ungkap Danny Bowman, “aku
terus menerus berusaha untuk mengambil foto selfie terbaikku dan ketika aku
merasa gagal untuk mendapatkannya akhirnya aku pun ingin mati saja. Aku telah
kehilangan teman-temanku, kesehatan, pendidikan, dan hampir seluruh hidupku
hanya untuk berfoto selfie”. Kejadian Danny Bowman sangat miris mengingat
selfie ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan mental narsistik jika
berlebihan dilakukan dan menjadi kebiasaan yang sulit untuk dikendalikan. Nah,
bagaimana pembaca, masih Pede untuk melakukan selfie?
*Maghfirah NE, Elvira Y, Meira R, dan
Nurmalwati merupakan mahasiswa prodi Psikologi, Universitas Syiah Kuala
Sumber : http://m.suarakomunikasi.com
Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon